ieZul.web.id - Penjajahan! bukanlah kata yang tepat untuk memulai sebuah tulisan, namun marilah kita berangkat dari sebuah kepahitan masa lalu yang tidak akan terlupa demi menyingkap sebuah keindahan yang lahir dari dera dan siksa masa romusha kala jepang berjaya di tanah air tercinta.
Dimulai dari Jepang yang hadir sebagai pengganti masa kolonialisme terdahulu yang diharapkan dapat membawa hawa segar bagi rakyat Indonesia dari 2,5 abad penderitaan dari penjajah sebelumnya. Namun, kenyataannya bahkan masa penjajahan Jepang ini jauh lebih menyengsarakan rakyat, sadis tanpa belas asih, hingga menyerap segala lini inti sari kehidupan dan semangat untuk berbuat.
Perlawanan secara berkala terus dilakukan untuk menyudahi kekejaman ini, secara keras disuarakan dan berterima kasihlah atas pendidikan yang diberikan oleh penjajah sebelumnya yang melahirkan banyak pemikiri hebat dan calon pemimpin kuat bangsa yang akhirnya mampu melawan tanpa harus membuat pertumpahan darah yang pada akhirnya membuat Jepang harus memutar otak untuk menundukkan perlawanan tersebut demi dapat bertahan dan bahkan berharap mendapatkan dukungan guna memerangi kerasnya perang dunia kedua yang pada masa itu memasuki fase ambang tak terelakkan untuk dihadapi oleh jepang sang cahaya asia.
foto:wikipedia |
Berbicara tentang Jepang sang cahaya asia, sangat erat kaitannya dengan upaya Jepang untuk mendirikan gerakan-gerakan serta himpunan-himpunan guna mendapat dukungan dari kaum terpelajar di Indonesia. Membahas ini, kita bicara tentang gerakan 3A (Nippon pemimpin Asia, Nippon pelindung Asia, Nippon cahaya Asia) yang dibuat sebagai sebuah gerakan propoganda yang dipercayakan kepada Rd. Syamsudin namun gagal menuai atensi dari rakyat, kemudian digantikan oleh PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat), yang terdiri dari Ir. Soekarno, Ki Hajar Dewantara, Drs. Moh. Hatta, dan K. H. Mas Mansur yang dibuat dengan harapan para pemimpin bangsa ini bisa menghimpun dukungan dari rakyat Indonesia, namun upaya ini pun gagal berbalik makin memperkuat keinginan untuk memerdekakan diri, hingga akhirnya dibubarkan dan digantikan dengan Jawa Hokokai.
Jawa Hokokai sendiri dibentuk oleh kumakichi, seorang panglima perang jepang tersohor pada zamannya dengan mengedepankan doktrin konsep Asia Timur Raya dengan tujuan yang sedikit berbeda bukan mengakomodir pemikir-pemikir hebat rakyat, tapi justru untuk menguras habis tenaga rakyat Indonesia demi mengumpulkan semua potensi sumber daya untuk persediaan selama masa perang dunia.
Cukup sudah sejarah kelam masa penjajahan, mari menarik satu benang merah menuju satu keindahan, Jawa Hokokai. Inilah yang menjadi cikal bakal latar belakang penamaan sebuah karya batik yang sangat indah dipelataran wilayah Pekalongan. Diperkirakan lahir pada tahun 1942-1945, batik hokokai sendiri merupakan hasil dari akulturasi dua bangsa, Indonesia dan Jepang, dengan ciri khas warna terang dan juga motif bunga-bunga atau serangga mencolok nan rupawan.
Dipercaya sebagai seserahan dan sajian dari rakyat kepada Nippon sang penguasa, dengan harapan dapat mengurangi penyiksaan dan dilindungi bagi pemberinya. Pada saat itu, Batik sangat sulit bahkan untuk sekedar diproduksi, ditambah dengan motif yang detail yang dimiliki batik hokokai ini. Oleh karena itu, dapat kita pahami bahwa batik hokokai ini merupakan maha karya luar biasa yang mampu dihasilkan oleh rakyat indonesia dengan segenap dan seluruh keringan bahkan tumpah darah. Dan jepang sangat menyukai batik ini karena sangat cocok dengan kultur mereka dan menjadi sanjungan serta pengakuan yang hakiki sebagai pemilik negara yang bahkan bukan seharusnya menjadi milik mereka, INDONESIA MERDEKA!
Berbicara tentang maknanya sendiri, ada maksud yang mendalam selain dari perpaduan nilai kulturalisme dua bangsa yang memang sangat menakjubkan hanya dengan membahas dari keselarasan yang mampu dihasilkan. Tapi lebih jauh lagi, adalah perjuangan untuk tetap mempertahankan batik meski penderitaan yang mendera dengan tidak melupakan kesenangan sang penguasa. Ini adalah lambang perjuangan rakyat! Batik Hokokai mewakil keringat, air mata dan tumpah darah raykat yang pada akhirnya dibalas dengan KEMERDEKAAN!
Tidak heran batik ini cukup mendapat anemo positif sampai dengan saat ini, selain motif dan kehalusan bahan batik ini, namun nilai keekslusifan tersimpan mendalam dan diharapkan dapat dipahami dan dihargai oleh segenap pemuda yang kedepannya akan berjuang bersama dalam balutan batik yang salah satunya diilhami dan diinspirasi oleh batik hokokai sebagi pendahulunya.
Harapannya PEMOEDA sendiri bisa hadir sebagai inisiator untuk perkembangan batik kedepannya dan juga mengedepankan nilai akulturasi dari banyak lini dan bangsa lain dalam tiap langkah produk yang dihasilkannya.